Perubahan regulasi BPOM membawa banyak dampak, tidak hanya satu atau dua. melainkan cukup beragam bagi pelaku usaha maupun masyarakat. BPOM sendiri tentu sudah tidak asing bagi sebagian orang. Meski bagi masyarakat awam lembaga ini mungkin masih belum begitu familiar.
BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan lembaga yang bertugas memastikan bahwa produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan produk lain yang dikonsumsi atau digunakan masyarakat memenuhi standar keamanan, mutu, serta gizi. Kehadiran BPOM menjadi penting karena berfungsi sebagai pengawas sekaligus pemberi izin edar. Sehingga masyarakat terlindungi dari produk ilegal maupun berbahaya.
Bagi pelaku usaha, khususnya di bidang makanan, obat, maupun produk kecantikan, lolos uji dan memperoleh izin BPOM merupakan syarat utama sebelum produk diedarkan secara resmi. Dengan adanya izin ini, produk tidak hanya diakui legal. Namun juga memberikan keuntungan ganda, yaitu membangun kepercayaan konsumen dan memastikan keamanan bagi masyarakat luas.

Mengenal Dampak Perubahan Regulasi BPOM
BPOM baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2025 yang merevisi regulasi serupa pada tahun 2024, khususnya terkait dengan Standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Regulasi terbaru ini menambahkan lebih banyak ketentuan teknis yang rinci mengenai fasilitas produksi, sistem manajemen mutu, sterilisasi produk, pemantauan lingkungan, hingga pengujian kualitas produk.
Untuk mendukung penerapan aturan tersebut, BPOM menetapkan masa transisi antara 12 hingga 24 bulan setelah diundangkan. Sehingga perusahaan memiliki waktu untuk menyesuaikan sistem dan infrastruktur produksinya.
Selain itu, BPOM juga memperbarui struktur organisasi pengawasan melalui Peraturan BPOM Nomor 3 Tahun 2025. Pembaruan tersebut mengatur ulang jumlah serta klasifikasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) di berbagai daerah. Langkah ini diambil untuk menciptakan strategi pengawasan yang lebih terfokus, terstruktur, dan responsif dalam memastikan keamanan produk obat dan makanan di seluruh wilayah Indonesia.
Dampak perubahan regulasi ini sangat luas. Mencakup masyarakat, dunia usaha, hingga sektor manufaktur. Sebagai lembaga pemerintah non-kementerian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki mandat utama untuk memastikan bahwa produk yang beredar aman, bermutu, dan memiliki izin edar resmi. Tugas BPOM meliputi penetapan standar, uji laboratorium, pemberian izin edar, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran yang berpotensi membahayakan masyarakat.
Tidak hanya itu, BPOM juga melakukan pengawasan langsung di pasar dan berwenang menarik produk berbahaya dari peredaran sebagai langkah pencegahan risiko kesehatan masyarakat. Di samping pengawasan, BPOM aktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih produk yang aman dan berkualitas. Sehingga kesadaran publik terhadap keamanan pangan, obat, dan produk kesehatan semakin meningkat.
Dampak Perubahan Peraturan BPOM Terhadap Perusahaan Manufaktur
Perubahan regulasi BPOM membawa dampak signifikan terhadap strategi perusahaan manufaktur. Khususnya yang bergerak di bidang obat, makanan, dan produk kesehatan. Aturan baru ini menuntut perusahaan untuk lebih adaptif dan proaktif dalam menjalankan operasionalnya. Kepatuhan tidak lagi sekadar dipandang sebagai kewajiban formal saja. Melainkan juga dapat menjadi keunggulan kompetitif yang membantu menjaga reputasi sekaligus meningkatkan kepercayaan konsumen.
Beberapa dampak utama dari perubahan regulasi tersebut antara lain:
1. Penyesuaian Infrastruktur Produksi
Perubahan standar CPOB mengharuskan perusahaan manufaktur untuk melakukan upgrade fasilitas produksi. Termasuk desain dan teknologi sterilisasi, pengendalian lingkungan di ruang bersih, serta validasi peralatan produksi. Perusahaan perlu mengalokasikan investasi yang cukup untuk memenuhi persyaratan teknis ini sebagai bagian dari komitmen jangka panjang agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar keamanan dan mutu yang ketat.
2. Penguatan Sistem Manajemen Mutu
Peraturan BPOM menuntut integrasi sistem manajemen mutu yang menyeluruh dan efektif sepanjang siklus hidup produk. Ini berarti perusahaan harus meningkatkan kapasitas pengawasan internal, audit, dan monitoring kualitas produk secara konstan. Strategi jangka panjang harus memasukkan pengembangan sumber daya manusia yang kompeten dan adopsi teknologi informasi untuk mendukung sistem mutu tersebut.
3. Kepatuhan Regulasi dan Risiko Hukum
Kepatuhan terhadap regulasi baru menjadi salah satu prioritas, karena ketidaksesuaian dapat berakibat pada sanksi administratif, penarikan produk dari pasar, atau gangguan operasional. Perusahaan manufaktur perlu membangun departemen regulasi yang kuat dan dinamis untuk mengikuti perubahan regulasi dan menjadi penghubung antara BPOM dan unit produksi.
4. Dampak Organisasi Internal dan Kolaborasi Eksternal
Perubahan struktur pengawasan BPOM menuntut perusahaan untuk meningkatkan koordinasi dengan berbagai UPT BPOM yang tersebar secara strategis. Hubungan yang harmonis dan komunikasi efektif dengan regulator dapat mempercepat proses perizinan dan pengawasan, sehingga strategi jangka panjang perusahaan harus mencakup pendekatan yang aktif dalam hubungan eksternal ini.
5. Perencanaan Produk dan Pengembangan
Regulasi yang semakin ketat mempengaruhi pemilihan bahan baku, teknologi produksi, dan desain produk baru. Produsen harus memperhitungkan aspek uji stabilitas, keamanan, dan mutu sejak tahap awal pengembangan produk agar dapat memenuhi persyaratan registrasi dan pengawasan BPOM dengan lancar.
Perubahan regulasi BPOM pada tahun 2025 membawa implikasi besar bagi strategi jangka panjang perusahaan manufaktur. Perusahaan wajib menyesuaikan infrastruktur produksi, memperkuat sistem manajemen mutu, memastikan kepatuhan hukum secara konsisten, serta membangun komunikasi harmonis dengan regulator. Pendekatan ini akan mendukung keberlangsungan bisnis sekaligus meningkatkan daya saing produk di pasar nasional maupun internasional.